Al-Khalal berkata dalam Al-Jami’ pada Bab Anjuran Dalam Penyembelihan Aqiqah. Abduil Malik Al-Maimuni bertanya kepada Abu Abdillah, “Apakah daging aqiqah itu dimasak?” Ia menjawab, “Ya. Muhammad bin Ali berkata, Al-Atsram telah menceritakan kepada kami bahwa Abu Abdillah berkata tentan aqiqah, “Dimasak dalam potongan-potongan (tidak dihancurkan)”.
Abu Dawud telah menceritakan kepada kami bahwa Abu Abdillah ditanya, “Apakah daging aqiqah itu dimasak?” Ia menjawab, “Ya.” Ditanyakan kepadanya, “Bagaimana jika hal tersebut memberatkan?” Ia menjawab, “Mereka yang menerima akan terbebani untuk memasak.”
Muhammad bin Al-Husain mengabarkan kepada kami bahwa Al-Fadhl bin Ziyad menceritakan bahwa Abu Abdillah ditanya tentang aqiqah, “Apakah daging aqiqah dimasak dengan air dan garam? Ia menjawab, Itu sangat dianjurkan. Lantas bagaimana jika dimasak dengan bumbu lain? Ia menjawab, Tidak mengapa.”
Karena dengan dimasaknya daging aqiqah cukup membantu meringankan orang-orang miskin dan para tetangga. Semakin menambah nilai atas syukur terhadap nikmat, sehingga para tetangga, anak-anak dan orang-orang miskin dapat bersuka cita dan berterima kasih dengannya. Sebab siapa saja yang menerima kiriman daging yang telah dimasak, siap santap lagi baik dagingnya, menambah kebahagiaan dan kegembiraan keluarga penerima dibandingkan mereka harus memasak dan menguras tenaga. Oleh karena itu Imam Ahmad berkata, “Mereka yang menerima akan terbebani untuk memasak.”
Membagikan makanan yang sudah dimasak itu lebih baik dari sekedar membagi daging yang masih mentah. Yang demikian ini termasuk dari akhlak yang mulia dan kedermawanan. Wallahu a’lam.
Sumber: buku Islamic Parenting: hadiah cinta untuk si buah hati
0 komentar:
Posting Komentar